MELIHAT DARI CAKRAWALA YANG LAIN



          Pajak seringkali menjadi perbincangan yang hangat, namun adakalanya menjadi barang asing dan tabu untuk dibahas. Seperti saat kasus Gayus Tambunan yang menggelapkan uang rakyat , kasus tersebut menjadi booming dan bak naik daun. Entah itu kalangan para pejabat, guru, supir truk, hingga kalangan pedagang dan tukang becak pun hangat memperdebatkannya. Namun kasus itu terkesan lucu manakala Gayus bisa berlibur ke Bali, memakai wig dan KTP palsu pula. Akan tetapi sekarang ataupun saat ini membahas masalah pajak terkesan kuno karena kasus yang sedang marak adalah kasus Diego Michelle.


            Pemerintah bukannya tutup mata dengan masalah perpajakan, malah pemerintah sangat peduli dengan pajak terbukti dengan adanya balaho besar yang terpasang di pinggir – pinggir jalan yang menjelaskan bagaimana pajak itu sangat berarti. Seperti balaho besar yang ada di alun – alun Sidayu, Gresik. Disana terpampang dengan jelas bahwa UU Perda No. 2 dan No. 7 tahun 2011 menjelaskan 11 macam pajak yang harus dibayar oleh setiap warga yang tentunya memiliki kepentingan dibidangnya masing – masing. Semisal perusahaan – perusahaan yang akan memasang iklan  berupa balaho, harus membayar pajak sekian rupiah untuk setiap balaho yang akan dipasang dengan masa tayang yang sudah disetujui. Namun contoh yang kongkret yang dirasakan oleh kebanyakan warga Indonesia adalah pajak bumi dan bangunan. Mereka wajib membayar untuk setiap meter tanah dan bangunan yang mereka miliki setiap tahunnya. Tidak besar memang jumlahnya, namun sangat berarti bagi kelangsungan perekonomian negara.
            Sangat penting untuk kita membayar pajak, karena lewat pajak lah kita bisa turut berpartisipasi dalam proses berubahnya bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi. Pajak juga mempunyai andil besar dalam perkembangan pendidikan di Indonesia. Kita, anak – anak kita, saudara kita, mereka dapat bebas menuntut ilmu tanpa diberatkan masalah biaya dalam 9 tahun. Coba seandainya tidak ada pajak, apakah kita sanggup mengeluarkan uang untuk keperluan sekolah selama 9 tahun..? Kita juga diberi kebebasan tidak membayar sepeserpun untuk berobat ke puskesmas juga berkat pajak pula. Itulah perwujudan pemerintah demokrasi yang dianut Indonesia. Dari rakyat, oleh rakyat dan hanya untuk rakyat. Namun berbanding terbalik, karena pajak pulalah rakyat menjadi risau dengan tingkah laku para antek – antek dinas perpajakan yang seakan mabuk uang. Mereka dilanda kekeringan di bank – bank yang menampung uang hasil curian dari rakyat Indonesia, padahal rupiah yang mereka setorkan ke bank berjumlah fantastis. Dan itu karena pajak..
Pajak bukanlah suatu hal yang mudah untuk dipersepsikan oleh suatu individu. Karena pajak bukan suatu imajinasi yang bisa seenaknya dirubah, bukan juga hasil karya manusia yang nilai estetikanya bisa diambil, namun pajak merupakan suatu hukum yang tertulis yang setiap elemennya tercantum dalam undang – undang negara. Terbukti dengan UU No. 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan begitu sudah menunjukkan bahwa pajak menempati urutan teratas kewajiban setiap warga negara dibidang ekonomi. Karena manfaatnya sangat banyak dan untuk kepentingan bersama. Tanpa pajak bisa dibayangkan bagaimana perekonomian Indonesia bisa berlangsung dan mungkin tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia dimata dunia menjadi tidak ada apa – apanya. Sangat ironi mengingat sumber daya alam yang dimiliki Indonesia sangat fantastic. Bagai zamrud katulistiwa, neraga maritime, Negara agraris, itu semua hanya akan menjadi julukan tempo dulu dan sejarah tanpa ada kelanjutan yang berujung happy ending. Dengan kesadaran hati nurani dan tingkat nasionalisme yang tinggi semoga kita bisa melihat bagaimana uang rakyat itu sangat – sangat berharga. Jangan hanya saat budaya kita dicuri kita seakan – akan berontak kepada pemerintah menuntut hak kita, tapi saat kita tidak membayar kewajiban kita dimana rasa nasionalisme itu. Apakah harus pemerintah yang berunjuk rasa menuntut kita? Bagaimana juga pemerintah bisa memperbaiki martabat bangsa jika bangsanya saja tidak ada rasa nasionalisme sama sekali? Coba buka mata hati kita, mata batin kita, mata dunia dan bukalah cakrawala pikiran kita untuk kepentingan umat.
Dengan adanya artikel ini semoga dapat membukakan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pajak dalam perekonomian bangsa, sehingga dapat membentuk bangsa yang bertanggung jawab serta peduli terhadap proses perkembangan bangsa Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya., :)